Story: Memasak Pertama
Heloo ...
Lagi ngebut nih
Makanya cepetan read more!
Memasak
Pertama
by: Fathimah Azzahra
“Nafla! Nisrina! Nisa! Mengapa kalian berbicara pada saat
ujian berlangsung? Apa yang kalian bicarakan?” Pak Dhani, kepala sekolah
Cooking International School, memarahi ketiga gadis cilik yang duduk
dihadapannya.
“Kami … membicarakan … tentang ….” Nafla menelan ludah.
Tak mudah menghadapi ‘Kepsek Tergalak’ ini. Kalau mengatakan yang sebenarnya,
habislah ketiga gadis cilik itu.
“Apa? Membicarakan apa, hah?!” Pak Dhani menahan ‘Bom
Alami’ dirinya.
“I … itu … kami mau masak bersama, jadi untuk memastikan
saya bertanya kepada mereka berdua,” jawab Nisrina. Kupikir inilah alasan terbaik untuk menghadapi kepsek galak! Pikir
Nisrina.
“Memasak bersama? Hmm … kalau begitu, saya memberikan
hukuman yang ringan!” Pak Dhani mulai luluh.
“Apa hukumannya, Pak Dhani?”
“Kalian harus MEMASAK MAKANAN RINGAN UNTUK MAKANAN
PEMBUKA BUAT SELURUH MURID MOUNTAIN SCHOOL!!” Pak Dhani hampir berteriak.
Membuat Nafla, Nisrina dan Nisa jelas terkaget-kaget dan mengangga.
“Appa …?? Beneran, nih … Pak?” Nisa bertanya gugup.
“Ya iyalah. Ada-ada saja nanya-nya. Saya enggak
main-main! Sudah, ke dapur sekolah, sana! Harus siap sebelum bel makan siang
berbunyi!” perintah Pak Dhani. Nisa, Nisrina dan Nafla berjalan dengan
malasnya.
***
Sampai
di dapur Mountain Kitchen …
“Pak Dhani itu … nyebelin amat. Dibilang hukuman ginian,
kok, ringan!” sungut Nisrina sambil memakai celemek pilihannya. “Tul, tuh …
bener dibilang Nisna!” Nafla membenarkan. Nafla memang suka memanggil Nisrina
dengan nama Nisna.
“Huh … lagian salah Nisrina juga … masa dibilang mau
nanya sama aku tentang masak bersama. Yang lain, dong alasannya. Mana aku nggak
pernah masak, lagi. Mau ditaruh dimana mukaku saat makanan kita gosong
rasanya?” Nisa cemberut abis.
“Iya … iya. Memang salahku … maafin deh, ya! Tapi, aku
juga nggak bisa masak! Dooh … gimana, nih, jadinya? Ngidupin api kompor saja
mau meledak rasanya jantungku,” Nisrina kesal kepada dirinya sendiri.
“What? Jadi, kalian ini nggak bisa masak? Kayak aku, dong
… pandai memasak? Mau apa? Spaghetti
bolognase? Boleh! Pizza? Oke! Apa yang tidak bisa kumasak?” Nafla sedikit
menyombongkan diri.
“Dih … kamu
tuh, ya, sombong amat! Masak batu sampai lunak saja tidak bisa!” ejek Nisrina
setengah kesal. Nafla cemberut, “Nisna, kamu tuh, yang telmi! Tahu enggak, sih
… batu itu, kalau dimasak sampai beribu-ribu abad pun tidak akan lunak!”
jawabnya dengan jengkel.
“Udah, udah! Aku putuskan, Nafla saja yang memasak.
Nisrina membantu Nafla membaca resepnya,” jawab Nisa.
“Trus, kamu ngapain?”
“Santai-santai! Hehehe …” Nisa menyengir.
“Idiihh … nggak mau, ya! Pokoknya, Nafla dan Nisa harus
membantuku!” Nafla berkata setengah berteriak. Tiba-tiba, pintu dapur Mountain
School terbuka, dan masuklah Pak Dhani. Tiga gadis cilik yang baru berdebat,
menelan ludah pahit.
“Saya dengar kalian bertiga bertengkar? Apa itu benar?
Cepat, kerjakan hukuman sekarang juga!” Pak Dhani kesal. Tiga Gadis Cilik masih
diam. Bingung. Pak Dhani semakin kesal, “atau, saya tambahkan hukuman …”
Belum lagi Pak Dhani melanjutkan kata=katanya, Tiga Gadis
Cilik terlonjak dan langsung berlari kea rah tempat bahan memasak.
Pak
Dhani tersenyum senang. Namun, aksi Tiga Gadis Cilik berhenti ketika Pak Dhani
bertanya, “Kalian ini mau masak apa?” Nafla terdiam. Nisa dan Nisrina berpikir
keras.
“Hmm … menurut bapak, bagusnya apa?” tanya Nafla
se-sopan-sopan-nya. Takut, kepsek galak meledakkan bom alaminya.
“Menurut bapak? Hm … mungkin ada banyak pilihan yang bisa
kalian pilih. Pilih baik-baik, dengar. Puding, cupcake mini, pisang cokelat, dan … hm, selanjutnya bisa kalian
pikir baik-baik!” jawab Pak Dhani.
“Pisang cokelat saja! Setuju?” tanya Nafla kepada Nisrina
dan Nisa. Nisrina dan Nisa mengangguk. Nafla tersenyum, “Pak, kami tidak tahu
resep pisang cokelat. Apakah Bapak atau dapur ini menyediakan resepnya?”
“Ya, ada resepnya. Itu … di laci dekat kulkas. Laci warna
ungu,” jawab Pak Dhani. Nisa segera mengambil resepnya, “terima kasih, Pak!”
“Ya, sama-sama kembali!” jawab Pak Dhani. Beliau keluar
dari Mountain Kitchen. “Baik, Nisa membaca resep dan Nisrina membantuku
memasak,” atur Nafla layaknya seorang bos wanita. Nisa mengangguk senang—hobinya itu
membaca, jadi tidak susah ia disuruh
membaca resep.
“Baca resepnya!” suruh Nisrina. “Pisang, gula, cokelat
butiran, bla … bla … bla!!” baca Nisa. “Ambil gula, ya, Nisna!” suruh Nafla.
Nisrina segera mengambil toples di dekat kompor, “Nih!” ucapnya sambil
mengulurkan gula itu.
Saat Nafla memegang gulanya …
“Eh, Nisna! Gulanya, kok, hancur banget? Biasanya, gula
itu beda bentuknya sama garam!” Nafla bertanya sekaligus memperingatkan
Nisrina. Nisrina hanya menoleh santai, “kali aja itu gula udah di injak sama
semut!”
Nafla mengembangkan hidungnya, dengan tatapan
sayu—artinya, ia melongo sekaligus kesal, “Nisnaa!! Kamu serius, dong, gimana,
sih, nggak peduli sama sekali ke tugas. Yang bener, dong, jawabnya! Main-main
aja urusanmu!” omel Nafla. Lalu, Nafla terlihat buru-buru.
“Duh … duh!! Kebelet, nih! Nisna, tolong taruh gula ke
adonan sesuai takaran, ya!” perintahnya, lalu buru-buru berjalan ke kamar
mandi.
Nisrina menerima toples gula yang disodorkan Nafla
kepadanya. Nisrina pun menaruh gula ke adonan dengan asal dimasukkan.
***
“Eh, Dek, ini … makanan ringannya kalian yang buat, ya??”
sapaan Kakak kelas membuat Tiga Gadis Cilik tersipu-sipu. Saat itu, mereka
sedang melahap makan siang di Ruang Makan Mountain School.
“Iya, Kak … masakannya di-kritik, yaa!” jawaban Tiga
Gadis Cilik itu berulang-ulang terlontar dari mulut mereka. Sampai saatnya
memakan makanan ringan.
“Semua muridku … hari ini, makanan ringan
untuk kita special dibuat oleh … Nisrina Cantika, Nafla Zahira, dan Nisa
Nainawa! Selamat dicicipi, semoga memuaskan rasanya!” sambut Pak Dhani. Tepukan
tangan meriah menyambut kalimat terakhir Pak Dhani.
Pisang cokelat buatan Tiga Gadis Cilik pun ditaruh di
atas meja makan. Kakak kelas Tiga Gadis Ciliklah yang paling girang melihat
yang dibuat Tiga Gadis Cilik. Mereka berebutan mengambil makanan. Untungnya,
Tiga Gadis Cilik membuat pisang cokelat dengan jumlah yang banyak.
Nafla, Nisrina dan Nisa sangat menunggu detik-detik
terakhir pisang cokeat mereka masuk mulut. Mereka menunggu kritik dari
semuanya.
“Puah! Enggak … enak! Rasanya asin!”
“Hueekk!! Nggak enak!”
“Asiinn!!”
“Huek! Asin banget!”
Berbagai pujian yang ditunggu Tiga Gadis Cilik tidak
sampai. Mereka malah menelan ludah. Membayangkan betapa jijiknya rasa pisang
cokelat asin buatan mereka.
Nisa mengambil satu pisang cokelat buatan ia dan dua
sahabat karibnya. Ia siap-siap meludah jika rasanya memang asin seperti yang
dikatakan kakak kelas mereka. Nisa dengan berani melahap secuil pisang
cokelatnya.
Dan … benar!
“ASINNYAAA!!” teriak Nisa tertahan. Segera ia
berkumur-kumur untuk menghilangkan rasa asin dari pisang cokelatnya. Sudah
terlanjur, Nisa menelan pisang cokelatnya.
“Memangnya benar-benar asin?” tanya beberapa orang guru
Mountain International School. Mereka mulai mengambil pisang cokelat buatan
Tiga Gadis Cilik dan melahapnya. Benar, rasanya memang asin seperti yang lainnya
katakan!
Sebelum para guru itu memanggil Tiga Gadis Cilik, Nafla,
Nisa, dan Nisrina kabur ke kamar mandi sekolah. Pintu kamar mandi mereka tutup
rapat-rapat dan dikunci. Mereka mulai menatap sesama.
“Siapa, sih, yang taruh garam? Kan, enggak ada garam
dalam bahannya!” tanya Nisa.
Nafla hanya mengangkat bahu, sedangkan Nisrina
mengerutkan kening.
“Ah! Yang ngambil garam mungkin Nisna! Habis … yang
mengambil gula adalah Nisna. Juga, saat kupegang gulanya serasa kayak pegang
garam. Nisna, nih … biang keladinya!” tebak Nafla. Nisa cekikikan.
Wajah Nisrina merah padam. Malu.
“Dih … besok aku mau jujur sajalah … daripada banyak
alasan, nanti kejadiannya malah lebih buruk dari kejadian ini!” Nisa cemberut.
Nafla mengiyakan.
“ Sedangkan aku … mau les masak! Masak itu penting
rupanya. Ya udah, aku putuskan aku harus les memasak!” ucap Nisrina.
“Wah, nanti, aku ikut, deh, bareng les masak sama kamu!”
dukung Nisa.
“Les masaknya sama aku aja …” kata Nafla menyombongkan
diri lagi.
“Oke! Tapi … jangan kejadian kayak tadi lagi, ya!” Nisa
mengingatkan. Mereka tertawa.
THE END
Okey selesai!!
Maaf kalo kepanjangan :V
Oke
Sayonaraaa
0 Comments