Berakhir di Januari~

by - 14.27.00

Hasil gambar untuk january

Tentang Januari, dan juga kisah 8C bersama Bu Mona.

Awalnya, lagu Januari – Glenn Fredly kembali akrab di telingaku karena peristiwa Jennie Blackpink dan Kai EXO putus—yeah, ada orang yang membuat video Jennie dan Kai dengan lagu Januari. Pas nontonnya, asli w merasa nyesek. Perlu diketahui, aku bukan shipper mereka, tapi entah kenapa sedih mereka putus (?). Oke mari abaikan curcol diatas.

Lagu Januari mungkin sering diputar sama orang sambil mengingat kisah mereka sendiri. Dan, berhubung Januari termasuk lagu ‘sedih’, kurasa kebanyakan kisah yang diingat juga sedih gitu yak. Sedangkan aku? Apakah juga mendengarnya sambil ‘mengulang kisah sedih’?


Enggak sih, paling cuma teringat kalo JenKai putus. Udah gitu aja. Aku suka dengerin lagunya karena aku suka, yaudah gitu doang. Tapi, aku enggak nyangka kalo ternyata aku juga dihampiri kisah Januari.

Kemarin, hari Rabu (300119), Bu Mona masuk ke kelasku, kelas 8C. Awal masuk ke kelas, Bu Mona langsung dikerumuni oleh Disya, Haura, Wivia dan Sheza. Keempat temanku itu berusaha mencegat Bu Mona dan berusaha supaya Bu Mona tidak meninggalkan kami.

Kenapa? Karena memang sudah beredar kabarnya di kalangan siswa, bahwa Bu Mona akan keluar dan ini merupakan minggu terakhirnya berada di sekolah kami.

Keempat temanku itu berusaha agar Bu Mona tidak keluar, membujuk. Beberapa bahkan sudah keluar air matanya. Sedangkan aku dan Balqis hanya duduk menonton dari tempat duduk kami.

“Sudah, sudah … jangan sedih, lagipula mau bagaimanapun kalian membujuk Ibu, surat Ibu sudah diterima kepala sekolah,” Bu Mona menerangkan sedikit tertawa kecil. Beliau berusaha menenangkan kami. Sedangkan para anak laki-laki, hanya terdiam menyaksikan kami berenam.

“Sudah, duduk,” perintah Bu Mona. Keempat temanku beringsut beranjak dari meja guru, lalu duduk di tempat duduk mereka. Setelah semuanya kembali ke tempat duduk masing-masing, Bu Mona masih tersenyum di mejanya, Beliau menjelaskan kepada para anak laki-laki yang masih kebingungan, mengapa kami para perempuan sedih semua.

“Jadi, Ibu mau keluar dari sekolah ini, dan ini adalah minggu terakhir Ibu disini,” kalimat pertama Bu Mona mengundang seruan tak percaya dari anak laki-laki.

“LOH?!”

Bu Mona tertawa ringan menyaksikan kekagetan yang muncul satu persatu dari wajah ank laki-laki. “Enggak apa-apa, kita, kan, masih bisa bertemu,” Bu Mona kembali melanjutkan.

“Loh, Ibu, tapi kenapa harus keluar?”

“Kenapa keluar, Bu?”

“Enggak seru, lagi, lah, Bu!”

Bu Mona menjelaskan dengan tenang alasannya keluar, lalu berkata, “kalian masih bisa kok, nanti berkunjung ke rumah Ibu,” Bu Mona menuliskan alamat rumah dan nomor ponselnya di papan tulis.

“Ibu, tapi Ibu enggak boleh keluar!”

“Kami, kan, udah cocok sama Ibu, jadi Ibu gak bisa keluar begitu!”

Seruan protes muncul dari anak laki-laki. Sedangkan kami, yang perempuan, hanya terdiam di bangku masing-masing. Tak bisa lagi kami protes, semua bentuk dan aksi protes kami sudah dikeluarkan sejak kemarin namun tak kunjung berhasil. Mesti eottokke?

“Tapi Ibu memang harus keluar, sudah waktunya,” Bu Mona masih tersenyum ringan. Yang lain terdiam.

“Bu, Ibu gak kasian, apa, liat saya sedih gini?” tanya Hanif, memancing tawa dari yang lain.

“Eh, gak boleh sedih. Kita masih bisa jumpa, kok.”

“Kalo gitu, kenapa Ibu harus keluar? Tetap ngajarin kami, Bu. Kami udah cocok gurunya sama Ibu,” pinta yang lain.

“Bu, gak enak loh ditinggal pas lagi sayang-sayangnya!” celetuk Asqa, kembali memancing tawa yang lain. Namun aku masih diam, perlahan menutupi wajahku dengan tangan. Melihat protesnya anak laki-laki membuatku sedih.

“Ibu, kalo Ibu enggak ada, nanti enggak ada lagi guru yang suka cerita sama kami,” bujuk yang lain.
Aku teringat, Bu Mona sering bercerita dengan kami. Bu Mona pernah bercerita tentang tempat kosnya yang berhantu, cerita ini-itu, bahkan saat jam pelajaran. Namun, hal ini adalah hal yang kami senangi dan Bu Mona.

“Iya, Bu! Nanti enggak ada lagi guru yang suka kasih nonton,” timpal yang lain. Bu Mona memang sering menampilkan kami film, mengajak kami nonton bersama.

“Buu, Ibu gak boleh keluar …”

“Masih banyak kok guru lain yang suka ngajak kalian nonton, kan sering sama guru yang lain?” jawab Bu Mona.

“Iyaa, tapi kalo sama Ibu kan bedaa …”

Dan banyaaak lagi protes yang dilontarkan teman-teman sekelasku sampai akhirnya Bu Mona menghentikan itu semua. Bu Mona menghidupkan laptopnya, lalu menyambungkan ke TV. Beliau membuka youtube, lalu kami nonton bersama.

Sehabis menonton, iseng-iseng, Sheza menyarankan Bu Mona untuk menghidupkan lagu Januari – Glenn Fredly. Awalnya hanya untuk senang-senang atau sekadar mendengarkan lagu, memang. Dan mungkin, hanya bermaksud mengkodekan bahwa lagu itu menggambarkan perpisahan di Januari—sama seperti peristiwa kami sekarang.

Bu Mona pun mencari lagu itu di yt, trus tertawa kecil sambil mengklik salah satu video, lagu + lirik Januari, “waah, ini lagu kesukaan Ibu pas jaman dulu-duluu!”

Kami tersenyum, senang mengetahui itu termasuk lagu favorit Bu Mona. Namun, saat lagu itu di klik, aku langsung merasa keputusan untuk menghidupkan lagu itu salah.

Bu Mona berdiri, lalu berjalan menuju belakang kelas, lalu berkumpul bersama Disya, Wivia, Sheza dan Haura. Mereka berempat berpelukan.

Melodi Januari mulai mengalun.

Aku hanya terdiam menatap TV, menatap kosong lirik yang tercantum, menangkupkan pipiku dengan tangan. Lagu mengalun.

Awalnya, semua baik-baik saja. Keempat temanku mulai bernyanyi.

Namun, semakin lagu dekat dengan reff, tanganku semakin bergeser ke mata, berusaha menyembunyikan mataku yang mulai berkaca-kaca. Bahuku mulai bergetar menahan tangis.

Kasihku, sampai disini kisah kita 
Jangan tangisi keadaannya 
Bukan karena kita berbeda

Semua bayangan berkelebat. Kami sekelas yang asyik mendengarkan cerita Bu Mona sampai mematikan lampu agar lebih ‘seru’, kami dan Bu Mona yang bercerita saat sedang sesi pelajaran, kami dan Bu Mona yang menonton film bareng—dan banyak lagi.

Dengarkan, dengarkan lagu, lagu ini 
Melodi rintihan hati ini 
Kisah kita berakhir di Januari~

Tepat di kata Januari, tangisku meledak, bahuku bergetar hebat. Tak terdengar lagi nyanyian teman-temanku, digantikan tangis yang susul-menyusul. Aku berusaha meredam tangisku, seiring dengan lagu yang terus mengalun. Namun, hal itu malah membuat bahuku semakin bergetar hebat. Aku terisak.

Reff pertama terlewati, tangisku masih hadir. Dan, di reff kedua, tangisku semakin hebat. Tanganku bergetar, saling meremas satu sama lain, berusaha meredam rasa sesak di hatiku. Perpisahan memang menyedihkan.

Dan, di reff terakhir, saat kata ‘berakhir di Januari’, tiba-tiba ada sebuah tangan yang memelukku. Bu Mona. Beliau memelukku sangat erat.

“Zahra jangan sedih-sedih, ya. Tetap giat belajar,” hanya itu kata-kata Bu Mona yang kuingat, selebihnya teredam oleh tangisku yang semakin menjadi. Aku memeluk tangan Bu Mona, ingin berkata, tapi tak bisa.

Dengan anak laki-laki yang masih di depanku, dengan bibir yang kelu, dengan mata bengkak, aku sama sekali tak berani membuka tanganku yang menutup wajahku, bahkan tak berani membuka mulut.

Mengatakan suatu hal—akan membuatku semakin sedih.

Dan lagu berakhir. Pelukan Bu Mona dilepas, dan wajahku kuletakkan perlahan di meja. Aku masih berusaha meredam tangis, saat kelas terasa sepi. Semuanya diselimuti atmosfer kesedihan. Dan, saat itu, bel isitirahat berbunyi.

“Pokoknya,” terdengar suara Bu Mona yang masih serak sehabis menangis, “kalian gak boleh sedih. Dengan keluarnya Ibu, kalian akan menemukan guru baru yang lebih seru lagi daripada bersama Ibu. Nantinya, guru Bahasa Indonesia kalian akan diganti.”

Aku hanya bisa diam, tak mengangkat wajah sedikitpun. Lalu kudengar satu-persatu anak laki-laki mulai keluar. Kelas mulai sepi.

Wajahku masih kututup, aku masih terisak.

“Zah …”

Aku akhirnya mengangkat kepala, lalu menghapus jejak air mata di wajahku. Bu Mona sudah keluar, semuanya sudah keluar, tinggallah aku, Sheza dan Disya di dalam kelas, masih menangis.

“Ayo, keluar. Semuanya pasti udah mulai shalat dhuha.”

Aku mengangguk, masih sesenggukan.

Flashback foto kami:

*rakyat 8C + Bu Mona*

Untuk 8C dan Bu Mona

Loveyouu~

You May Also Like

0 Comments